Membedah Jiwa Fanton Drummond

Olenka
Karya Budi Darma

Terbit 1983 oleh Balai Pustaka | Binding: Paperback | ISBN: 79407277X | Halaman: 232 | Karakter: Fanton Drummond, Olenka, Mary Carson | Setting: Bloomington

Pada hakekatnya, setiap orang adalah seorang Immanuel Kant. Hidupnya terkungkung, akan tetapi pikirannya berloncatan ke sekian banyak dunia. (hal. 222)

Biarlah kutipan dari Bagian VI mengenai Asal-Usul Olenka tadi mengawali pembahasan mengenai novel karya Budi Darma berjudul Olenka ini. Sebelum aku membaca Olenka Budi Darma, aku sudah lebih dulu berkenalan dengan Olenka Anton P. Chekov lewat terjemahan kakak-beradik Pramoedya Ananta Toer dan Koesalah Soebagyo Toer dalam kumpulan cerita pendek "Pertaruhan". Olenka yang kekasih Pustavalov hadir dalam salah satu cerpen berjudul "Kekasihku". Jelas tidak ada hubungan antara karakter tokohnya. Cuma sekedar kesamaan nama. Atau istilahku, dicomot dengan suka-suka oleh Budi Darma.

Sebelum aku membaca Olenka Budi Darma ini pula, aku sempatkan untuk membaca karya-karya Budi Darma yang mendahului atau sejaman dengan novel Olenka seperti kumpulan cerpen Orang-Orang Bloomington dan kumpulan cerpen Fofo dan Senggring. Jadi setting novel di sekitar Tulip Tree dan nama Fanton Drummond seperti sudah tak terlalu sulit dibayangkan, semua pernah hadir di Orang-Orang Bloomington.

Lalu benar seperti kata Gus Gieb, Budi Darma adalah pelopor teknik yang oleh kritikus sastra disebut "kolase" yaitu teknik mencampurkan potongan koran atau iklan bioskop untuk memperkuat narasi cerita. Guntingan kolase ini ternyata memang nyata benar fungsinya untuk membantu pembaca untuk memvisualisasi cerita, terutama foto pertama yang berkaitan dengan seorang pendeta yang gemar menuduh orang-orang yang lewat di depannya sebagai pendosa. Karena memang, obyek yang dituliskan oleh Budi Darma, bukanlah hal yang lazim pembaca di Indonesia lihat dalam keseharian.

Kembali ke kutipan di atas. Yang paling menarik adalah kalimat ini: Hidupnya terkungkung, akan tetapi pikirannya berloncatan ke sekian banyak dunia. Sepintas lalu aku jadi ingat film "Being John Malkovich" - sebuah film yang menggagas ide untuk masuk ke dalam pikiran seorang John Malkovich dan dengan sendirinya kita diajak untuk mengetahui apa saja yang ia pikirkan, termasuk mengendalikannya. Hanya saja di film yang kita rasuki adalah tubuh John Malkovich, sedang dalam novel ini yang akan kita rasuki bersama-sama dengan bimbingan Budi Darma adalah isi kepala Fanton Drummond - si tokoh cerita dalam novel ini - untuk langsung menyelami kegiatannya dan apa yang berkecamuk di dalam pikirannya.

Adalah Fanton Drummond --tebakanku berumur antara 35 sampai 40 tahun-- orang yang sudah malang-melintang sebagai sutradara pembuat iklan, location recce film Breaking Away garapan Peter Yates, dan sejumlah pekerjaan lainnya hingga ia mengambil pekerjaan yang tanpa beban, satu hari ia jatuh cinta pada istri orang, tepatnya istri Wayne Danton calon sastrawan terkenal, yang bernama Olenka.

Olenka, Olenka, Olenka! Pikiran Fanton Drummond disimpangsiurkan oleh Olenka, hingga ia mabuk kepayang dan benar-benar hilang ditelan oleh sosok Olenka ini. Olenka yang menggemari sastra kelas berat karya DH Lawrence, Emily Bronte, dan lainnya sepertinya cocok dengan selera Fanton Drummond yang selain menyukai sastra, juga suka opera Robert Wagner misalnya. Olenka juga suka melukis, mungkin keterampilan yang sama dengan Fanton yang berbakat dalam urusan sinematografi. Cuma ada satu penghalang di antara cinta terlarang mereka yakni suami Olenka yang menyia-nyiakan istrinya, suami yang serampangan bernama Wayne Danton.

Fanton makin simpang siur pikirannya saat ditinggal pergi Olenka. Olenka pergi meninggalkan suaminya dan dirinya meskipun ia mengaku mencintai Fanton. Maka jadilah pikiran Fanton tak keruan, tak terkira maunya, nggak jelas. Hingga ia terpincut perempuan lain bernama Mary Carson (M.C.), namun seperti kegagalan pada Olenka, hati M.C. pun tidak bisa ia raih gara-gara M.C. merasa dirinya hanyalah "sandaran" atau istilah sekarang "bumper/bemper" ketidaksampaian cinta Fanton pada Olenka. Dan ternyata memang benar, Fanton tidak sungguh-sungguh mencintai M.C., cintanya hanya satu pada Olenka, tetapi tidak kesampaian.

Setelah membaca sampai selesai, aku pikir makin benarlah pendapat Wayne Danton terhadap Fanton Drummond bahwa ia memiliki "jiwa yang terjangkit lepra". Dan oleh karenanya Budi Darma seperti laiknya dokter membedah Fanton Drummond untuk menemukan sumber dari penyakit jiwanya. Patologis Fanton dibagi ke dalam empat bagian, yang setiap bagian mencirikan betapa sakitnya jiwa Fanton Drummond.

Bagian I menggambarkan betapa sakitnya jiwa Fanton yang kesepian. Mungkin karena kesepian itulah, ia suka main perempuan dan kali ini ia menggarap istri Wayne Danton bernama Olenka. Di bagian II, Fanton digambarkan sebagai seorang yang pendek pikir. Orang yang pendek pikir tidak memandang jauh atas segala yang diputuskannya, bagaimana dampaknya pada orang lain. Bagian III, terutama bagian surat-suratnya, adalah potret paling jelas sakit jiwanya Fanton yang ternyata bejat dan mencari pembenaran atas kebejatannya. Lalu terakhir, bagian IV adalah gambaran sudah luluh lantak jiwanya Fanton tetapi ia tetap tidak bisa berdoa. Itu karena jiwanya sudah tidak beriman. Namun ia kali ini berusaha lebih keras, untuk menjadi pemeluk teguh. Dan Budi Darma mengakhiri kisah Fanton Drummond dengan kutipan puisi Chairil Anwar: "Tuhanku, dalam termangu, aku ingin menyebut Nama-Mu!"

Untuk sebuah novel "jiwa yang gelap" dan ditulis dalam waktu tiga minggu, memang novel ini pantas dielu-elukan. Terutama karena Budi Darma menawarkan sajian yang lebih menarik daripada sajian orang sakit jiwa ala Iwan Simatupang. Sajian diksi, alur cerita serta teknik membuat novel ini memberi warna baru --tentu saja pada zamannya-- sebagai novel pembaharu, sebuah anak batin dari orang yang digelari maestro sastra modern Indonesia.

4/5

0 balasan:

Posting Komentar

 
Konten blog Fans Berat Buku bersifat personal.
Template Blogger Theme dari BloggerThemes Desain oleh WPThemesCreator