Mencari Akar Jawa Dalam Industri Batik

Canting
Karya Arswendo Atmowiloto

Terbit 2007 oleh Gramedia Pustaka Utama | Cetakan kedua: Oktober 1997 (cover kanan) | Cetakan pertama: Juli 1986 | ISBN: 9792232494 ( 9796058049 cetakan kedua)| Halaman: 408 (377 cetakan kedua) | Karakter: Ni, Pak Bei, Bu Bei

Cetakan pertama: Juli 1986
Cetakan kedua: Oktober 1997 ISBN: 9796058049
Cetakan ketiga: 2007 ISBN: 9792232494

SALAH satu dari karya tentang kehidupan orang Jawa, yang melengkapi pembacaanku tentang akar budaya orang Jawa. Kubaca tak lama setelah tuntas membaca Pengakuan Pariyem dan kisah-kisah Nh Dini sewaktu kecil.

Di awal membacanya, agak sulit membayangkan tentang industri batik. Memang aku tahu canting. Benda tembaga yang sering ditiup sebelum diterakan pada kain. Tahu juga nilam dan perkakas lainnya, tetapi suasana industri dan seluk beluknya sama sekali baru karena kampung halamanku hanyalah produsen tebu, beras, dan ayam goreng. Namun membayangkan bagaimana Ni menolak semua sangkut pautnya dengan sang Bapak, kok rasanya tidak sulit. Itu seperti bercermin pada diri sendiri dan satu generasi di atasku. Karena aku dibesarkan di dalam keluarga yang tidak lagi melihat apa yang ditawarkan oleh budaya Jawa akan memberikan keleluasaan untuk maju. Kakekku sudah menanggalkan gelar mulianya dan menjadi paria, sehingga generasi ke-2 dan ke-3 tidak lagi memiliki pijakan atas apa yang dirasa penting dalam kebudayaan Jawa.

Di buku ini aku juga belajar bahwa tradisionalisme akhirnya kalah oleh pesatnya industri yang diwakili oleh batik cetak. Apa yang indah dengan mudah digantikan oleh yang serba cepat, serba instan. Yang tertinggal cuma mentalitas, sedangkan sisanya sudah melompat jauh. Sayang sekali memang, dari abad modern ini seorang cucunda hanya bisa menatap hampa, tidak bisa mencecap kembali apa yang dulu dikategorikan seni tulis yang indah.

Tapi pada akhirnya aku merasa senang. Dengan membaca novel ini, puzzle yang kosong itu terisi kembali dan aku dapat memahami sejarah kehidupanku sendiri.

5/5