Kegelisahan Pandji Atas Indonesia

GELISAH. Atau anak muda sekarang menamakannya galau. Serupa saja. Dua-duanya memiliki arti yang sama. Tinggal bagaimana cara memandangnya. Kaum pesimis akan mengatakan gelisah itu ibarat mendung hitam gelap pekat yang merupakan awal dari kiamat yang kelak akan datang, sedang kaum optimis akan mengatakan gelisah itu adalah sebuah "pertanda" saatnya melakukan sesuatu untuk mengatasi kegelisahan.

Umumnya kegelisahan itu wajar. Yang menjadikannya tidak wajar adalah bila selama bertahun-tahun gelisah terus. Barangkali karena terus-menerus gelisah itu, banyak dari yang tadinya gelisah kemudian apatis. Dan apa yang digelisahkan bisa apa saja. Namun dalam buku ini, yang dikisahkan oleh Pandji Pragiwaksono adalah kegelisahan yang melanda bangsa Indonesia ini. Kegelisahan ini akut sifatnya dan sudah menahun. Dibiarkan saja tanpa solusi. Disuarakan berkali-kali dengan nada miring (satir), semisal penyair Taufiq Ismail menulis sajak Malu Aku Jadi Orang Indonesia (1998), lalu menyusul pengamat politik Eep Saefulloh Fatah mengutarakannya hal serupa dengan menulis buku Bangsaku yang Menyebalkan.

Kemudian sepuluh tahun sejak reformasi, kegelisahan ini muncul kembali, tapi kali ini dengan semangat yang berbeda. Bukan satir lagi. Mulai reflektif. Mulai mendalam dengan semangat kritis oleh para penulis anonim yang menelurkan buku Kopi Merah Putih. Pertanyaan-pertanyaan khas kelas menengah yang menyuarakan bahwa Indonesia bisa lebih baik lagi sekarang. Dan berselang dua-tiga tahun berikutnya lahirlah buku yang ditulis Pandji Pragiwaksono ini. Awalnya beredar di internet sebagai bu-el (ebook) tetapi kemudian lewat kesepakatan dengan Bentang, buku ini naik ke mesin cetak. Kesepakatannya sederhana, setiap satu buku yang terjual, penerbit berjanji akan mendistribusikan satu buku gratis ke pelosok daerah.


Apa isi buku ini? Banyak pembaca memasukkannya ke dalam buku motivasi. Tetapi bila ditelaah dalam kajian Teori Tindakan Sosial, buku ini bukan buku motivasi an sich. Buku ini memuat gagasan bagaimana kita menyikapi situasi saat ini, di tengah kehidupan yang dirundung kegelisahan akibat banyaknya ketidakjelasan. Buku ini mencoba menyikapi mengapa orang muda kebanyakan memilih tinggal di luar negeri yang sebetulnya bila dipikir-pikir akan sama susahnya dengan tinggal di Jakarta? Juga menyikapi persoalan perbedaan-perbedaan di dalam bangsa yang berujung bukan pada persatuan dari sekian banyak perbedaan, tetapi pemaksaan penyatuan. Buku ini memperlihatkan sikap optimis penulisnya yang memilih daripada murung menyesali menjadi orang Indonesia, ia memilih untuk bersikap ksatria, memperbaiki Indonesia yang kacau-balau ini dengan segenap kemampuannya. Heroik? Sepertinya tidak. Masih dalam batas kewajaran. Dan yang menarik bahwa sikap optimis ini bisa ditiru, diduplikasi oleh pembaca-pembacanya.

Bagaimana gagasan-gagasan di dalam buku ini dituliskan? Harus jujur dikatakan, ditulis dengan ringan dan santai (slengeean adalah kata yang lebih tepat) namun karena ditulis dengan demikian tulisannya tidak dalam, tidak lugas mengutarakan apa yang harus dilakukan. Baru sebatas pada memberi wacana karena sepertinya ini yang juga belum dilakukan banyak orang. Sudah banyak yang mencerca, mengkritik, tetapi belum ada yang keluar dengan gagasan memperbaiki. Tindakan sosial yang diharapkan penulis untuk sama-sama juga dilakukan oleh para pembaca belum memberi "cetak biru" bagaimana tindakan perbaikan ini dapat dilakukan, semua serba terpecah belum utuh.

Pertanyaan yang sederhana untuk mengujinya adalah apa Action Plan yang dapat ditawarkan oleh penulis? Jika jawabannya adalah "kembali ke pribadi masing-masing", publik luas membutuhkan jawaban: ini daftar yang bisa dilakukan, apa saja yang harus diraih, dan bagaimana mencapainya. Namun membebani semuanya kepada Pandji adalah hal yang berlebihan. Butuh sekian banyak Pandji-Pandji untuk bisa duduk bersama menyusun Action Plan berikutnya. Mungkin benihnya dari para pembaca buku ini.

Sekarang penilaian akhir atas buku ini: sebetulnya dari cara eksekusi ide dan teknik biasa saja, terlalu berlebihan jika dikatakan buku ini gilang gemilang bagusnya. Yang menjadikannya luar biasa sebetulnya figur Pandji Pragiwaksono sendiri. Ia mewakili generasi muda yang berlawanan dengan generasi Taufiq hingga Eep yang pesimistis, justru memperlihatkan optimisme atas nasib bangsa ini yang pasti akan keluar dari kegelisahannya yang menahun.

DETIL BUKU
Nasional.is.me
karya Pandji Pragiwaksono
Terbit 2011 oleh Bentang Pustaka
ISBN: 9786028811538
Binding: Paperback
Tebal: 330 halaman
Rating: 2/5

8 balasan:

aisha mengatakan...

I like it because i was seeking for such type of info.
I hope it benefits all one who land up here.
Thanks for sharing!!
Dodge Mirada AC Compressor

Scriptozoid mengatakan...

Hubungannya sama AC mobil apa ya?

asnwords mengatakan...

meminjam quote yang di-quote pandji di buku lamanya yang baru aku baca

"we are better than me"

kita (aku dan [banyak] orang lain [termasuk kamu]) lebih baik daripada aku (sendiri)

maksudnya ide yang muncul dari banyak orang (brainstorming) bakal lebih baik daripada cuma ide dari 1 orang

kita butuh lebih banyak pandji-pandji lain untuk membuat 'cetak biru' yang lebih konkret

sayangnya, saya belum ada ide #plak

Dewi mengatakan...

aku malah suka deh sama buku ini. Biarpun
sederhana dan slengean :D

Oky mengatakan...

Aku belum sempet baca padahal uda punya ebooknya :P

Nice review! :D

Scriptozoid! mengatakan...

@asnword iya, moga2 para pembaca buku ini bs ketularan seperti Pandji untuk memperbaiki bangsa ini.

Scriptozoid! mengatakan...

@A.S Dewi Iya, bukunya sederhana dan cukup menggugah.

Scriptozoid! mengatakan...

@okeeyz iya ebook dan bukunya hampir sama, bedanya cuma kata pengantar dan sampul. Makasih buat pujiannya ya ...

Posting Komentar

 
Konten blog Fans Berat Buku bersifat personal.
Template Blogger Theme dari BloggerThemes Desain oleh WPThemesCreator