Mengunjungi Kembali Tukang Kebun

Tukang Kebun
Karya Rabindranath Tagore

Terbit 1996 oleh Pustaka Jaya | Cetakan pertama 1976 | Binding Softcover | ISBN 9794192015 | Halaman 132

Penerjemah: Hartojo Andangdjaja

Kalau boleh menyebutkan siapa penulis yang turut membentuk keberadaan saya sekarang, nama Rabindranath Tagore bisa dicantumkan sebagai nominasi 10 besar. Rabindranath Tagore terkenal karena pernah memenangkan piala Nobel Sastra pada tahun 1913. Karyanya khas karena mengagungkan kemanusiaan dan lembut tutur bahasanya.

Perkenalan saya dengan Tagore terjadi sewaktu masih belia SMP, Gitanyali adalah buku pertamanya yang saya baca, terjemahan Amal Hamzah (adiknya Amir Hamzah). Belum cukup umur memang, tetapi saya tahu pasti yang saya baca waktu itu kelak akan membentuk rasa bahasa dan kecintaan akan sastra.

Sejurus saya masih ingat nuansa puitis spiritual sang penyair yang membuka Gitanyali dengan baris-baris begini:

Tiada kunjungnya Engkau bentuk aku, menurut suka-Mu. Piala rapuh ini Engkau kosongkan kali berkali, serta Engkau isikan lagi dengan hidup baru. Melalui bukit dan lembah Engkau bawa suling gelagah ini beserta dan Engkau embuskan dia senantiasa nyanyian baru.

Kena sintuh tangan-Mu kekal, pecahlah batas gembira hatiku kecil dan lahirlah kata tak kuasa diucapkan. Kurnia-Mu kekal, pecahlah batas gembira hatiku kecil dan lahirlah kata tak kuasa diucapkan. Kurnia-Mu mahabesar ini, datang padaku, hanya melalui tanganku hina. Abad datang dan abad lalu, tetapi Engkau senantiasa memberi dan senantiasa pula ada ruang harus diisi.


Atau pada bagian lain Gitanyali yang berarti "Nyanyian Persembahan" dapat dijumpai lirik-lirik transendental seperti ini:

Dengan ujung terentang sayap nyanyiku, kusentuh tapak kaki-Mu, yang tak pernah kuharap terjangkau oleh tanganku. Betapa Tuhan yang Akbar tak bisa disombongkan siapa pun dengan sikap paling berhak memiliki.


Dengan kegembiraan yang amat besar, saya membeli buku Tukang Kebun sekitar pertengahan tahun 1997 dengan harapan menjumpai lagi baris-baris kalimat yang menawan seperti di Gitanyali. Saya masih ingat betul yang menerjemahkan buku ini adalah Hartojo Andangdjaja, dan ternyata betul: bait-bait puisi Tagore yang lembut mampu menggugah hati. Setiap kata menoreh sampai ke sanubari. Simaklah beberapa penggalan puisinya ini.

aku cinta padamu, kekasih
maafkan aku karena cintaku
seperti burung kehilangan jalannya aku tertangkap
bila hatiku berguncang, ia pun kehilangan cadarnya dan telanjanglah
selimuti dia dengan sayang, kekasih
dan maafkan aku karena cintaku

jika tak dapat engkau mencintai aku, kekasih
maafkan aku karena pedihku
jangan memandang aku dengan marah dari jauh
aku akan kembali diam-diam ke sudutku dan duduk dalam gelap
dengan kedua belah tanganku akan kututup maluku yang telanjang
palingkan wajamu dariku, kekasih
dan maafkan aku karena pedihku


Tukang Kebun, lirik ke-33


5/5

1 balasan:

Anonim mengatakan...

waa senangnya ketemu blog kang Amang yg lain ini... aku link lagi ya.. :)

btw bbrp waktu lalu aku beli buku Tagore Masa Kanak, ttg tulisannya dia dgn tema masa kanak, juga mengungkap sdkt masa kanak beliau. sudah baca? (aku sndr msh tbr)

Posting Komentar

 
Konten blog Fans Berat Buku bersifat personal.
Template Blogger Theme dari BloggerThemes Desain oleh WPThemesCreator